Kemarin gw menghabiskan seharian di suatu instansi untuk sesi wawancara. Aplikasi yang sudah gw masukkan hampir dua bulan yang lalu memberi peluang untuk gw mengikuti sesi ujian tertulis di minggu lalu. Dan Senin kemarin, gw dikabari per-sms bahwa gw masuk untuk sesi wawancara. Maka kemarin, dengan berbatik ria nyolong dari lemari Kung, gw tiba lima menit sebelum waktu yang dijanjikan. Ternyata sampai di sana, gw diarahkan masuk ke suatu ruangan kecil dengan lima orang mengelilingi sebuah meja. Semua sibuk menulis. Gw kemudian diberikan sebuah formulir tiga lembar dan daftar hadir yang harus diisi.
Dari daftar hadir tersebut, ternyata ada 5 orang termasuk gw yang akan berkompetisi untuk mengisi satu kursi pekerjaan yang disediakan. Tapi tak lama kemudian, ada dua orang perempuan yang dipersilahkan masuk. Luar biasanya, kami seperti penumpang angkot yang dengan kompak bergeser untuk memberikan ruang agar kedua perempuan itu muat dalam meja yang sama. Maka ruangan yang berukuran tidak sampai 3 x 2 meter itu kemudian berisi delapan orang. Syukurnya seorang pria yang mencoba untuk posisi internal control kemudian dipanggil untuk memulai sesi wawancara sehingga meja menjadi lebih manusiawi untuk digunakan sebagai alas menulis. Dua orang perempuan yang datang terakhir mulai mengeluh karena formulir tiga lembar itu seperti mengulang CV yang sudah dikirimkan. Perempuan yang datang paling akhir bahkan gw pinjami pulpen karena tidak membawa alat tulis sama sekali. Seorang perempuan yang duduk di seberang gw dengan santai menyontek dari laptopnya. Laki-laki yang duduk di sebelahnya membalik-balikkan lembar resumenya. Gw akhirnya membuka dompet untuk mengintip NIK dan NPWP gw.
Karena dua perempuan tadi masih konsisten mengeluh dengan tiga lembar formulir yang harus diisi dengan tulisan tangan, gw kemudian berkata, “Mau pinjem CV masnya (menunjuk laki-laki yang duduk di seberang gw) buat bahan contekan? Tuh, masnya sudah selesai.” Mereka tersenyum. Setelah selesai mengisi formulir, gw mulai menjajah kotak kudapan yang disediakan. Lumayan untuk mengganjal perut di suhu ruangan yang dingin. Dua orang perempuan yang duduk di ujung-ujung meja sepertinya saling kenal. Mereka mulai mengobrol. Entah bagaimana lalu kemudian obrolan itu melibatkan semua orang. Dimulai dari siapa yang mencoba mengikuti tes CPNS, background pendidikan, pekerjaan terakhir. Sampai akhirnya berkenalan nama dan ketawa-ketawa bareng. Lalu kemudian mengetahui bahwa ada 6 dari 10 orang yang akan berkompetisi untuk posisi yang gw lamar. Sebenarnya terlalu banyak untuk sesi interview. Gw akhirnya berkata, “Gpp, ingatlah sebelumnya juga kita berawal dari sebuah sperma yang berkompetisi dengan jutaan saudaranya yang lain.” dan mereka semua tertawa. Serius itu beneran sampai berkali-kali gw bilang, “Gada cctv kan disini?” Hahahaha…. Btw, karena peserta yang pertama dipanggil untuk wawancara tak kunjung keluar gw mulai bingung dan mengajukan issue itu sebagai topik diskusi. Mbak Fatin yang duduk di ujung meja yang sebelumnya pernah bekerja sama dengan institusi ini sebelumnya kemudian menjelaskan mengapa posisi ini lowong, siapa yang akan jadi user-nya, siapa yang mungkin terlibat dalam wawancara. Jam 12 kurang, kemudian seorang perempuan masuk memberi info bahwa kami boleh istirahat makan dan sholat dengan waktu 90 menit. Tepat setelah kami keluar dari ruangan, pria yang pertama dipanggil untuk wawancara baru kembali untuk mengambil tasnya.
Maka jadilah kami seperti sekelompok pegawai baru yang mirip bebek. Berjalan dalam kelompok. Mbak Fatin yang jadi tour guide-nya. Mengarahkan kami ke kantin dan memperkenalkan menu makanannya. Gw makan dengan cepat karena tidak pegang uang tunai. Ketika pamit ke ATM, Mbak Erni yang gw pinjamkan pulpen menawarkan menggunakan uangnya dahulu. Yaa….teman baru kok udah dihutangi. Ndak enaklah ya. Dan topik pembicaraan kami adalah itu si kandidat pertama itu ngapain wawancara sampai dua jam. Disuruh presentasi atau bikin karya tulis ya?
Selesai Ishoma kami kembali ke ruangan. Dan pembicaraannya makin liar. Gw, Mas Burhan dan Mbak Fatin ngobrolin soal Bohemian Rhapsody. Mbak Fatin bahkan berakhir dengan pasang headset buat dengerin lagu-lagu Queen di YouTube. Mas Yoga dan Mbak Afifah yang duduk diseberang gw mulai ngantuk kemudian memutuskan merebahkan kepala mereka ke meja. Dian dan Mbak Erni mulai ngobrol soal info-info lowongan kerja.
Jam dua kurang, Mbak Erni dipanggil oleh HRDnya. Gw meminta dia untuk meninggalkan tasnya di ruangan. Agar kami tahu berapa lama sesi wawancaranya. Setengah jam kemudian dia kembali dengan wajah resah. “Masa ada yang nanya kalau jam 10 malam atasan menghubungi untuk meminta kamu mengerjakan pekerjaan sementara kamu sedang tidak enak badan, apa yang akan kamu lakukan?” katanya. Mas Yoga yang baru ikutan tes CPNS kemudian menjelaskan jawabannya. Mbak Afifah yang pengalamannya lebih banyak memberikan jawaban yang lebih nyeleneh, “Tinggal tanya apakah pekerjaan itu jika tidak diselesaikan malam itu akan mengancam jiwa menyebabkan kematian atau tidak.” Hahahaha…..
Mas Burhan yang ternyata anak Jogja mulai resah. Ia sudah memesan kereta pulang jam tujuh malam dari Stasiun Senen. Kami sepakat bahwa dia saja yang maju duluan untuk sesi wawancara untuk posisi pekerjaan yang kami lamar. Mbak Fatin kemudian ngomong, “Aku ada kelas Zumba juga jam lima. Boleh duluan juga ndak?” Hahahaa….minta mati. Tapi ternyata Mbak Afifah duluan yang dipanggil. Gw masih melanjutkan tugas gw sebagai timer setelah memastikan bahwa semua kandidat memang ditargetkan selesai diwawancarai hari itu juga. Tiga puluh menit kemudian Mbak Afifah keluar. Ia menyampaikan berapa orang pewawancaranya, apa yang menjadi pertanyaannya. Ketika Mas Burhan selesai, ia hanya langsung pamit dadah-dadahan untuk berjuang bersama ojol ke Senen. Mas Yoga urutan ketiga, waktunya juga konsisten tiga puluh menit. Begitu keluar dia bilang, “Lihat lagi deh pertanyaan tes tertulis kemarin. Keluar tuh.” Lalu Mbak Fatin kemudian keluar dan berkata, “Tadi ditanya aku ada yang lupa. Trus aku bilang aja, aku lupa Pak.” Halah!!! Setelah itu giliran gw. Karena setelah gw hanya tersisa Dian, gw sekalian pamit. Maka jadilah gw berhadapan dengan tiga orang panelis yang sibuk dengan lembaran masing-masing di tangannya. Dan bocoran dari teman-teman sebelumnya memang benar. Itu semua yang ditanyakan.
Gw keluar dari gedung itu sambil mengingat-ingat. Gw pernah berada dalam situasi yang hampir sama ketika baru selesai kuliah. Waktu itu bersama-sama dengan banyak lulusan baru dari segala jurusan dan universitas negeri ternama, kami mencoba untuk program MT sebuah bank terkenal. Waktu itu meskipun kami semua sedang bersaing, kami berkenalan, berempati sebagai sesama orang yang sedang berjuang dan sama-sama mengucapkan, “Semoga sukses ya.” dengan sepenuh hati. Bukankah kita membutuhkan lebih banyak situasi positif seperti ini?
If you continuously compete with others, you’ll become bitter. But if you continuously compete with yourself, you become better. –unknown-