Lima minggu tidak muncul di Sekolah Minggu ternyata bikin gw deg-degan juga untuk muncul perdana di kelas baru. Iyaa….kami telat sekali masuk kelasnya. Baru sekitar dua bulan lalu sepertinya. Gw kemana lima kali Hari Minggu? Tiga kali gw habiskan gereja bareng Bokap dan Kung. Satu kali ketiduran bablas bareng Tatak Eaaa. Satu kali lagi perut bengkak karena asam lambung akibat begadang. Halah!
Kemarin itu pengajarannya dari Keluaran 1: 15-21. Dengan aplikasi yang diharapkan adalah anak dapat membedakan dan memilih tindakan-tindakan yang lebih baik untuk dilakukan berdasarkan Firman Tuhan. Gw sekarang pegang kelas 5-6 SD bareng tiga orang lainnya. Guru kelas yang ikut sermon hanya Tika. Sayangnya dia masih belum boleh membagikan Firman karena masih baru. Jadilah Mak Wiwish yang dihibahkan ke kelas kami. Tapi Olin dan Tika sebelum sermon sudah sempat berdiskusi mau ngapain di kelas. Inti diskusi mereka adalah:
- Meminta adik-adik untuk membayangkan ketika seperti para perempuan yang ada dalam cerita ini.
- Bagaimana perasaan mereka setelah membaca ayat 21?
- Meminta adik-adik untuk menuliskan salah satu dari Hukum Taurat yang paling diingat.
Sabtu pagi, setelah membaca berulang-ulang gw pikir perikop ini kuat sekali jika dibawa membahas Titah Pertama dan artinya. Lalu mulailah gw cari-cari art and craft yang membantu anak-anak untuk belajar mengenai Titah Pertama. Awalnya menemukan sebuah kreativitas berupa gambar tangan yang membentuk angka satu. Lalu kemudian bagian bawahnya ditempelkan stick ice cream. Bagian depannya dapat ditulisi isi Titah Pertama lalu bagian belakangnya ditulisi maksud dari Titah Pertama. Setelah mempertimbangkan bahwa kegiatan tersebut akan meliputi menggunting, menempel dan menulis akhirnya gw cari lagi kreativitas lain yang lebih sederhana. Ketemulah gw dengan origami ini. Yang dibutuhkan hanya kertas dan alat mewarnai untuk anak-anak menghias Dua Loh Batu versi mereka masing-masing. Gw memutuskan menggunakan kertas Concorde Contour Silver ukuran A4.
Untuk memudahkan kami mengevaluasi kegiatan di kelas, gw menyusun tujuan pembelajaran sebagai berikut:
- Anak-anak dapat menyebutkan nama dua bidan Mesir dan kisah mereka yang takut akan Allah.
- Anak-anak mengetahui bahwa yang dilakukan oleh dua bidan Mesir tersebut adalah aplikasi dari Titah Pertama
- Anak-anak dapat menyebutkan Titah Pertama dan artinya.
Hari Minggu, karena kelas Mak Wiwish kekurangan personil jadilah Olin yang harusnya tugas untuk pembukaan ditukar guling ke TK A. Gw masuk kelas disambut sebagian anak-anak yang ternyata pernah gw pegang waktu ngajar kelas 1-2 SD. Beberapa dari mereka bertanya, “Kakak ngajar di sini juga?” Dan begitu gw memperkenalkan diri serta minta maaf karena baru hadir, wajah-wajah mereka bersinar-sinar. Gw juga jelaskan bahwa hari ini yang akan membagikan Firman adalah Mak Wiwish. Gw lalu meminta satu ASM laki-laki untuk memimpin doa pembuka, lalu mengajak anak-anak untuk membuka Alkitabnya. Gw yang memimpin pembacaan Alkitab lalu gw serahkan ke Mak Wiwish.
Mak Wiwish lalu menceritakan ulang perikop yang baru kami baca. Mulai dari apa itu bidan, apa itu bersalin, lalu bagaimana keberanian dua bidan itu untuk menolong para perempuan Israel bahkan sampai berani untuk menentang perintah Firaun. Ketika Mak Wiwish bertanya, “Kenapa ya Sifra dan Pua bisa berani seperti itu?” anak-anak cwo gengnya Ludwig dan Chiro yang memang dari kelas 1 SD kemampuan menyimaknya bagus banget menjawab, “Karena mereka takut akan Allah, Kak.” Happy!!
Mak Wiwish lalu melanjutkan bahwa yang dilakukan oleh kedua bidan Mesir itu merupakan contoh aplikasi dari Titah Pertama. Nah….ketika ditanyakan bunyi Titah Pertama, anak-anak ternyata lebih hafal versi Katolik. Jadilah, kami membuka contekan bunyi Titah Pertama dan artinya. Mak Wiwish lalu bertanya apa lagi ya contohnya? Anak-anak menjawab menjawab menolong teman, berbuat baik. Gw yang berpandang-pandangan mata dengan Mak Wiwish lalu menimpali, “Kalau aku menolong temanku yang kesulitan menjawab soal ulangan, boleh ndak Kak?” Enaknya kerja bareng sama temen yang sehati nih begini nih. Sambut-sambutan umpannya dapet. Mak Wiwish sambil senyum-senyum menanyakan kembali ke adik-adik. Dan hebatnya adik-adik ini kompak jawab, “Tidak boleh Kakak. Itu tidak membantu. Itu berbuat curang.” Hahahaha….
Selesai diskusi, Mak Wiwish menyerahkan ke gw untuk kreativitas. Gw sempat bertanya dengan, “Pertama kali Musa menerima Hukum Taurat, itu ditulis di mana sih?” Anak-anak menyebutkan Dua Loh Batu. Nah….masuklah gw menjelaskan bahwa hari ini kita akan bikin origami Dua Loh Batu. Gw mencontohkan langkah-langkahnya dengan Karton Asturo. Mak Wiwish dan Tika mendampingi anak-anak. Anak-anak tuh antusias mengikuti setiap langkah dan mereka berhasil membuat Dua Loh Batunya. Ketika gw bilang, “Sekarang pelan-pelan buka kembali lipatannya, trus kalian tulis Titah Pertama dan artinya di bagian dalam.” Mereka baru melongo. “Hah….Trus nanti kami lipat lagi, Kak seperti semula?” Hahahaa…..iyalah, dek. Tapi karena waktunya tidak cukup, anak-anak tidak berkesempatan mewarnai kertasnya.
Kami menutup sesi kelas dengan menyanyikan lagu Mengikut Yesus Keputusanku bersama-sama. Gw mengingatkan tugas mereka selama seminggu ini adalah menghafalkan isi Titah Pertama dan artinya. Lalu Mak Wiwish menutup dengan doa sambil mendoakan adik-adik yang Senin mulai ulangan.
Selesai mengajar kami bertiga sempat evaluasi sebentar. Kalau dari tujuan pengajaran, semuanya tercapai. Tektoknya juga dapat. Terbantu karena ada kontak mata. Masukan dari Mak Wiwish karena dia pendatang, harusnya kami sebagai tuan rumah menjelaskan dia masuknya dimana. Kalau dari Tika, dia bilang biasanya saat pembukaan ada lagu pembuka. Setelah gw jelaskan bahwa untuk pembukaan baiknya singkat dan padat untuk menghemat waktu, Tika setuju. Kalau dari gw, gw bahagia anak-anak bisa mengikuti kegiatan kelas hari ini dengan tenang dan antusias. Gw senang karena mereka tidak merasa origami itu terlalu kekanak-kanakan buat mereka. Cuma memang sepertinya mereka tidak tertarik lagi jika disuruh menghias dengan alat mewarnai. Nah…minggu depan jatahnya Tika buat mencoba.
Buat gw pribadi, perikop ini mengingatkan bahwa ada orang-orang yang secara identitas legal bukanlah anak Allah. Namun mereka punya hati yang takut akan Allah dan mewujudkannya dalam kehidupan mereka. Dan Allah memperhitungkan ketaatan mereka. Kalau inget obrolan sama seorang Tulang yang sudah lansia, dia menceritakan bahwa orang Kristen masa sekarang sangat beruntung bisa mendapat pengajaran yang sehat dari mana saja dan kapan saja. Bisa membaca Alkitab karena bisa membeli Alkitab ataupun download via gadget. Dan paham Allah yang dipanggil dalam doa-doanya karena sudah mendapatkan pengajaran yang benar. Sementara orang-orang Batak dahulu yang hidup dalam keterbatasan pengajaran Firman dan pun tidak paham-paham betul siapa Allah yang disebut sebagai Debata Ama atau Jahowa, mereka sungguh bertekun dalam doa. Sehingga soal kesaksian hidup, mereka hidup lebih lurus daripada kita orang-orang yang hidup berlimpah anugerah. Dan dalam ketaatan mereka, meskipun hidup tak berlebihan mereka dapat mengenali berkat-berkat pemeliharaan Allah. Hm…….